Monday 7 April 2014

Begini Agar Tak Salah Pilih Calon Suami

Pembaca terkasih,

Ketika perkawinan seseorang gagal, kadang-kadang ia merasa telah salah memilih pasangan . Penyebabnya karena masa pacaran tidak dilalui dengan sungguh-sungguh mengenali karakter pasangan, melainkan hanya untuk bersenang-senang.

Psikolog klinis Dr Nafisa Sekandari dan Hosai Mojaddidi pun menyadari betul kenyataan ini.  Lantas apa saran mereka agar kaum Hawa di dunia tak salah memilih calon suami ?

Tips pertama adalah, jangan berharap orang lain berubah!  Dalam headline  yang mereka tulis, “Do Not Marry Potential ”, mereka memaparkan, "Jangan berasumsi Anda akan bisa mengubah seseorang setelah menikahinya, atau berharap mereka bisa berubah setelah menikah. Tak ada jaminan bahwa perubahan akan membuat kehidupan perkawinan menjadi lebih baik. Pada kenyataannya, justru  kebanyakan malah semakin buruk kondisinya. Jadi, jika Anda tak bisa menerima seseorang atau hidup bersama apa adanya dirinya, ya, jangan nikahi dia!"

Menurut Nafisa, banyak pasangan melakukan kesalahan dengan tidak memanfaatkan momen pacaran untuk berdialog  mengenai apa pun. Coba tanya pada diri sendiri, apa alasan utama Anda menikahi kekasih Anda? Apa yang membuat Anda terganggu tentang dirinya, atau soal hubungan Anda?

Pertanyaan seperti itu sangat penting diajukan ke diri sendiri untuk mengidentifikasi apa yang sesungguhnya mengganggu Anda, hal-hal yang menjadi fokus Anda, dan sesuatu yang membuat Anda takut memulai diskusi dengan Si Dia.

Nafisa dan Hosai juga menyebutkan, setiap pasangan harusnya punya tujuan yang sama . Sehingga sepatutnya mereka merencanakan sesuatu yang dianggap menarik untuk diwujudkan bersama, ketimbang mengubah salah satunya.

Banyak ditemui kasus, menurut Nafisa dan Hosai, sebagian besar pasangan tak saling berbagi soal perasaan setelah memiliki anak, ketika harus tinggal terpisah di kota lain, atau ketika salah satu harus mengambil keputusan besar dalam hidup. Padahal, semua itu merupakan masalah yang sangat perlu diperbincangkan berdua sebelum ada masalah baru dalam kehidupan pernikahan mereka.

Yang juga sangat penting, kata Nafisa dan Hosai, adalah memberikan perhatian terhadap kondisi emosional masing-masing. "Ketika pria menganggap serius kebutuhan emosional sang istri harus terpenuhi, ia tentu akan langsung memenuhi hasrat seksual istrinya dengan cara yang halus. Sebaliknya, ketika si wanita menganggap kebutuhan emosional suaminya harus terpenuhi, ia akan memberikan cinta, perhatian, serta apresiasi yang dibutuhkan suaminya."

Beberapa pertanyaan penting yang perlu Anda ajukan kepada diri sendiri soal pasangan, antara lain:
  Apakah saya menghargai dan mengagumi orang ini?
  Hal utama apa yang membuat saya menghargai dan mengagumi dia?
  Apakah saya percaya orang ini?
  Apakah saya bisa mengandalkan dirinya?
  Apakah saya harus percaya penilaian orang lain soal dia?
  Apakah saya harus memercayai  apa kata orang tentang dia?
  Apakah saya merasa aman dengannya?
  Apakah secara emosional saya aman saat bersama dengannya?
  Apakah saya akan mendapat kekerasan darinya?
  Apakah saya akan tetap menjadi diri sendiri ketika bersama dia?
  Apakah saya bisa terbuka bersama dia?
  Apakah saya masih tetap bisa mengekspresikan diri saat bersama dia?
  Apakah saya akan merasa damai dan tenang bersamanya?

Terakhir, Anda harus memperhatikan hal ini: Sangat penting untuk mengingat tanggung jawab masing-masing demi kebahagiaan bersama. Soalnya, banyak orang melakukan kesalahan dengan berpikir, jika seseorang bisa mengisi kekurangan pasangannya, kehidupannya bisa lebih bahagia. Itulah yang menjadi tujuannya saat menikah.

Nafisa dan Hosai menegaskan, "Banyak orang tidak menyadari, jika mereka sudah tidak bahagia ketika masih hidup sendiri, maka seterusnya ia akan menderita ketika sudah menikah. Benarkah?"

No comments: